Oleh: Nicholas
Matius 18:21-35
Quotes
Memberikan Pengampunan Bukan Berarti Menyetujui Orang Tersebut Melakukan Dosa
Pernyataan “seminari bukanlah tempat yang dihuni oleh para malaikat” adalah pernyataan yang benar, sebab meskipun orang-orang yang ada di seminari adalah orang-orang yang dipanggil Tuhan, akan tetapi orang-orang tersebut masih dapat melakukan dosa. Pernyataan semacam ini tentu tidak hanya berlaku bagi kalangan seminarian saja, akan tetapi berlaku bagi seluruh umat Kristen. Meskipun kita adalah umat yang telah dipilih Allah, akan tetapi kita masih dapat melakukan dosa. Oleh karena itu, tepat sekali pemikiran Marthin Luther yang dipakai oleh R. C. Sproul di dalam buku Preaching the Cross mengenai orang yang dibenarkan, “… a justified person is, at the same time, righteous and a sinner (simul iustus et peccator).”[1]
Lalu bagaimana sikap kita ketika kita menjumpai saudara seiman yang melakukan dosa? Menasihati orang tersebut seperti yang telah diajarkan di dalam Matius 18:15-20. Lalu, lebih lanjut lagi, bagaimana jika orang tersebut melakukan dosa berulang kali? Pertanyaan semacam inilah yang diajukan oleh Petrus kepada Yesus di ayat 21, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?”[2] Yesus pun menjawabnya, “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”[3]
Angka “tujuh puluh kali tujuh kali” dapat mengingatkan kita pada peristiwa yang terdapat di dalam Kejadian 4:24, di mana Lamekh akan membalaskan dendamnya tujuh puluh kali terhadap orang yang telah melukainya. Di dalam Kejadian 4:23, kita bisa melihat bahwa orang yang melukai Lamekh, akan dibunuh oleh Lamekh. Dengan kata lain, dendam yang dilakukan oleh Lamekh adalah dendam yang tidak ada batasnya. Di dalam Matius 18:22, penulis melihat bahwa dendam yang tidak ada batasnya dipakai dan diubah Yesus menjadi pengampunan yang tidak ada batasnya. Dengan demikian, tidak ada batasan untuk memberi pengampunan.
Setelah Yesus menjawab pertanyaan Petrus, Ia melanjutkannya dengan memberikan sebuah perumpamaan. Di dalam perumpamaan tersebut kita dapat melihat bahwa hamba yang memiliki hutang 10.000 talenta dan telah dihapuskan hutangnya, tidak mau menghapus hutang hamba lain. Menurut Jeremias, 1 talenta setara dengan 6.000 dinar, yang jika dikalkulasikan, hutang yang dimiliki hamba pertama ialah 60.000.000 dinar atau setara dengan kerja selama 164.000 tahun.[4] Hutang yang dipunyai hamba pertama dengan hamba yang kedua, jelas memiliki perbedaan yang jauh sekali. Namun, hamba pertama yang hutangnya sudah dianggap lunas, tidak melunaskan hamba kedua tersebut.
Pada saat hamba kedua memohon kepada hamba pertama, kata-kata yang digunakan oleh hamba kedua sama seperti kata-kata yang digunakan oleh hamba pertama ketika menghadap raja. Dengan kata lain, penulis melihat bahwa hamba kedua seolah-olah ingin mengingatkan bahwa hal yang ia lakukan adalah hal yang sama ketika hamba pertama meminta permohonan. Walakin, hamba pertama tetap tidak menunjukkan belas kasihan kepadanya. Oleh karena hamba pertama tidak mau melunaskan, maka sang raja menyerahkannya kepada algojo-algojo sampai ia berhasil melunaskan utangnya.
Penulis mendapati bahwa perumpamaan ini mengajarkan tentang pengampunan. Mengapa kita harus melakukan pengampunan? Di dalam perumpamaan, hamba pertama harus memberikan pengampunan terhadap yang lain karena hamba tersebut sudah mendapat pengampunan. Kita sebagai umat pilihan Allah, kita telah mendapat pengampunan tanpa batas dari Allah. Pengampunan yang diberikan Allah, menjadi sebuah landasan ketika kita mengampuni yang lain.
Menurut penulis, pengampunan menjadi salah satu hal yang diperlukan di dalam komunitas yang berjuang menjadi serupa dengan Kristus. Ketika kita berada di dalam proses menjadi serupa dengan Kristus, pasti kita mengalami jatuh bangun, sebab kita adalah orang yang benar dan sekaligus orang berdosa. Oleh karena itu, ketika ada yang terjatuh, kita harus menghadirkan pengampunan karena pengampunan memberikan pemulihan. Hal lain yang perlu diingat ketika kita melakukan pengampunan ialah kita bukan menyetujui orang tersebut melakukan dosa. Kita mengampuni orang tersebut, tetapi kita tidak setuju dengan dosa yang diperbuatnya.
Thank you nicc.
Aku jadi teringat dengan pepatah yang berbunyi "you cannot give what you don't have."
Kalau manusia menerima pengampunan yang tak terbatas dari Allah dan bukan kebencian atau dendam, maka sudah seharusnya pengampunan yang tak terbatas jugalah yang manusia berikan kepada satu sama lain ya. Jadi sebenarnya manusia benar-benar tidak punya hak untuk saling mendendam dan membenci. Maka kasih Allah yang kita terima itulah yang seharusnya terpancar dari hidup kita ya.
Kiranya kita bisa sama-sama mendorong satu sama lain untuk menjadi semakin serupa dengan Kristuss.
Thankyou untuk perenungan dari nicholas, melakukan pengampunan menjadi wujud nyata hidup seperti kristus.
terima kasih untuk renungannya, Nikolas. Saya pikir ini adalah sebuah refleksi yang penting untuk diingat oleh kita yang masih hidup di tengah dunia yang berdosa. Dunia ini masih memiliki ruang yang lebar untuk sesama manusia dapat saling menyakiti. Untuk itulah kita perlu menyadari bahwa sangat mungkin bagi kita dilukai dan melukai orang lain. Pengampunan, seharusnya menjadi ciri khas dari kehidupan orang Kristen. Seperti yang telah dibagikan oleh Nikolas, Landasan kita mengampuni adalah karena Allah telah lebih dulu mengampuni dosa-dosa kita melalui Yesus Kristus. Mengampuni bukan berarti melupakan. Mengampuni membutuhkan ruang. Ruang bagi seseorang yang belajar untuk mengampuni dapat pulih dari luka-luka tersebut. Namun, di dalam ruang tersebut, kita tidak sendirian, karena selalu ada Allah yang menguatkan dan menyembuhkan luka-luka kita,…
Thank you untuk renungan yang dibagikan dek. Aku semakin memahami pengampunan yang tiada batasan itu bersumber dari kasih yang tak terbatas. Karena kasih, kita mengharapkan kebaikan bahkan pemulihan bagi mereka yang bersalah, Bahkan di dalam kasih dan pengampunan, sesungguhnya kita sedang meniadakan peran 'menghakimi' dalam diri bagi orang bersalah. Karena hakim di antara kita hanya Allah yang adalah kasih dan pengampun. Sangat memberkati sekali.