Oleh: Gunawan Wibisono
Amsal 24:13-14
Quotes
Walaupun Bertemu Dengan Berbagai Tantangan, Masalah Dan Situasi Sulit, Orang Berhikmat Akan Tetap Mengarungi Kehidupan Ini Dengan Tegap
Sebagai seminaris yang sudah beberapa tahun mencecap pembentukan, saya mulai sering bersemuka dengan berbagai tantangan di tempat praktik pelayanan. Oleh karena minimnya pengalaman pelayanan sebelum masuk seminari, tidak jarang tugas pelayanan yang diberikan membuat saya mengalami kebingungan. Kebingungan tersebut seringkali memunculkan satu pertanyaan futuristis, “jika sebagai mahasiswa praktik saja, yang beban pelayanannya belum terlalu banyak, tetapi mengalami banyak kebingungan, bagaimana menghadapi berbagai tantangan, masalah dan situasi sulit dalam pelayanan nanti ketika sudah dibebankan tugas yang lebih banyak?” Berbagai tantangan, masalah dan situasi sulit pasti akan dihadapi oleh setiap orang yang menjalani kehidupan, tidak terkecuali rohaniwan. Karena itu, entah mau ataupun tidak, kita tetap harus menghadapi setiap tantangan yang akan muncul.
Pertanyaannya, dengan sikap seperti apa kita harus menjalani kehidupan yang penuh tantangan ini? Alkitab memperkenalkan satu kata kekar untuk memerikan orang yang cegak dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, yaitu “berhikmat.”[1] Apa yang dimaksud dengan berhikmat? Tremper Longman di dalam bukunya yang bertajuk “How to Read Proverbs” menulis bahwa hikmat bukanlah sebatas kecerdasan intelektual.[2] Hikmat masih memiliki konstelasi dengan intelektual, tetapi fokusnya tidak terletak di sana. Hikmat lebih diartikan sebagai ilmu praktis yang menolong seseorang untuk mengetahui bagaimana bertindak dan bertutur kata sesuai dengan konteks yang dihadapi. Jika demikian – berdasar pada pemahaman Longman – berhikmat artinya dapat bertindak dan berkata-kata dengan tepat dalam konteks yang tepat. Inilah yang dibutuhkan hamba Tuhan untuk menjalani hidup yang penuh dengan kejutan.
Bagaimana kita bisa berhikmat? Hikmat tidak dimiliki oleh orang secara instan. Ada usaha yang harus dilakukan supaya seseorang menjadi lebih berhikmat. Amsal 24:14 menulis, “ketahuilah, demikian hikmat untuk jiwamu: Jika engkau mendapatnya, maka ada masa depan, dan harapanmu tidak akan hilang.” Dalam ayat tersebut terdapat frasa ‘jika kamu telah mendapat’ (qal perfect, second masculine singular).[3] Partikel konjungsi ‘jika’ menunjukkan bahwa ada syarat yang harus dilakukan, yaitu ‘telah mendapat’. Apa yang telah didapat? Kata kerja ‘kamu telah mendapat’ sejajar dengan ‘hikmat’. Jadi, yang didapat adalah hikmat. Karena itu, hikmat tidak dimiliki orang secara instan, tetapi harus didapatkan terlebih dahulu. Jika sudah didapat, maka ada masa depan dan harapan.
Mengapa dikatakan, “jika engkau mendapatnya (hikmat), maka ada masa depan, dan harapanmu tidak akan hilang.” Pada Amsal 24:13-14, hikmat disejajarkan dengan madu. Atas kesejajaran ini, Roland E. Murphy berpendapat bahwa madu menyimbolkan hikmat.[4] Mengapa madu menjadi simbol hikmat? Dalam Perjanjian Lama, madu merepresentasikan sumber daya alam.[5] Madu yang dimaksud adalah yang langsung diambil dari sarangnya. Mengapa demikian? Karena kata ‘madu’ dalam teks tersebut memiliki arti flowing honey atau honey from the comb. Madu yang langsung dari sarang inilah yang dianggap paling segar dan lezat. Madu ini memberikan rasa puas bagi langit-langit mulut seseorang yang memakannya. Nampaknya inilah yang ingin disampaikan oleh penulis Amsal, bahwa hikmat memiliki kapasitas untuk menjadi sumber daya dan rasa puas bagi masa depan.
Jika demikian, bagaimana kita bisa mendapat hikmat supaya menjadi orang berhikmat? Armand Barus di dalam mata kuliah Tafsir Perjanjian Lama mengungkapkan bahwa kitab Amsal memberikan beberapa cara mendapatkan hikmat.[6] Cara-cara tersebut, yaitu melalui pengamatan dan pengalaman (Ams. 6:6-8), belajar dari kesalahan (Ams 8:13), takut akan Tuhan (Ams. 1:7; 2:6-8), dan belajar dari tradisi ajaran (Ams. 4:3-4). Beberapa cara ini dapat kita pelajari di dalam proses pembentukan kita di seminari, baik melalui perkuliahan, kehidupan berasrama dan juga dalam praktik pelayanan. Kerendahan hati kita untuk belajar dari cara-cara tersebut akan membuat kita menjadi orang yang lebih berhikmat.
Memang, berbagai tantangan, masalah dan situasi sulit akan menjumpai kita di perjalanan pelayanan nanti. Ada kalanya kita dapat bertindak dan bertutur kata dengan tepat dalam berbagai situasi tersebut. Ada kalanya juga mungkin kita mengalami kebingungan dan akhirnya tidak berhikmat dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada. Namun, kesalahan-kesalahan yang mungkin pernah kita perbuat di dalam pelayanan jangan sampai membuat kita mudah menyerah untuk menghadapi hari esok. Kurang berhikmatnya kita di masa lalu seharusnya mendorong kita untuk terus belajar supaya lebih berhikmat. Orang berhikmat pasti akan mengarungi dunia ini dengan tegap meskipun menghadapi berbagai tantangan.
[1]. Tremper Longman, How to Read Proverbs (Downers Grove: InterVarsity Press, 2002), 13. [2]. Longman, How to Read Proverbs, 14-15. [3]. Terjemahan literal dari penulis.
[4]. Roland E. Murphy, Proverbs, Word Biblical Commentary (Nashville: Thomas Nelson Publishers, 1998), 181. [5]. John H. Walton, Victor H. Matthews, dan Mark W. Chavalas, Old Testament, The IVP Bible Background Commentary (Illinois: InterVarsity Press, 2000), 568. [6]. Ide ini diambil dari kuliah Tafsir Perjanjian Lama III yang diampu oleh Pdt. Armand Barus.
berhikmat artinya dapat bertindak dan berkata-kata dengan tepat dalam konteks yang tepat --> Quote of the day
Terimakasih Gunawan atas renungannya. Menemani refleksi saya sebelum menutup hari ini.
Renungan yang akademis, namun juga memiliki relevansi. Terima kasih Gunawan Wibisono.
Terima kasih Bang Gunawan untuk renungannya, sangat memberkati. God Bless
Thankyou Gunawan, Orang berhikmat pasti akan mengarungi dunia ini dengan tegap meskipun menghadapi berbagai tantangan. Strong message.