Oleh: Loa Yuni
Hakim-Hakim 4:1-7
Quotes
Bukan Seberapa Banyak Umat Tuhan Telah Terjatuh, Tetapi Seberapa Dalam Respons Kita Untuk Melayani Mereka
Pengalaman menjadi orangtua, acapkali menguras emosi dan perasaan. Terkhusus, ketika sang anak melakukan kesalahan yang sama secara berulang-ulang. Sebagai seorang anak, menonton televisi merupakan salah satu hal yang menyenangkan dan dapat dilakukan dalam waktu yang lama. Namun, sebagai orangtua ada perasaan kuatir akan dampak negatif yang timbul, secara khusus terhadap mata si anak. Hal ini pula, yang menjadi salah satu concern kami kepada anak-anak kami ketika mereka menonton televisi. Ukuran ruang tamu kami yang tidak besar, mengkondisikan kami harus pandai mengatur jarak antara tempat duduk anak dan televisi. Pemahaman ini pun, yang terus kami ingatkan kepada anak-anak, betapa berbahaya dampak cahaya televisi terhadap mata ketika menonton terlalu dekat.
Biasanya beberapa menit pertama setelah mengingatkan mereka, mereka masih taat mengatur posisi mereka dengan televisi. Beberapa menit kemudian, jarak itu sudah berubah dan membuat saya sebagai ibunya harus mengulangi mengingatkan kembali. Namun, tidak jarang kondisi ini mengundang emosi, karena mereka melakukannya berulang-ulang. Sebagai orangua, bukanlah hal yang mudah menghadapi dan menanganinya.
Kisah bangsa Israel dalam perikop yang menjadi bacaan kita, mengisahkan bagaimana Allah dengan sabar menanggapi kesalahan dan dosa yang dilakukan bangsa Israel berulang-ulang. Di ayat pertama, menjelaskan bahwa setelah seorang hakim mati, yaitu Ehud, bangsa Israel kembali melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, perjanjian dengan Tuhan berulang kali mereka langgar, lalu mereka mengalami penindasan. Tuhan menyerahkan mereka kepada Yabin, raja Kanaan. Yabin memiliki panglima pasukan bernama Sisera, ia menindak bangsa Israel dengan kejam. Bangsa Israel mulai berteriak meminta pertolongan Tuhan. Kita dapat melihat bahwa, Israel bukan hanya perlu ditolong dari penindasan raja Kanaan, akan tetapi perlu ditolong dari dosa mereka yang terus mereka lakukan berulang-ulang.
Setelah membaca kisah kemurtadan Israel yang dilakukan berulang-ulang, mungkin kita bertanya-tanya, mengapa bangsa Israel bisa begitu saja berbalik kepada allah lain. Dalam sebuah buku tafsiran Perjanjian Lama, mengungkapkan bahwa pertama-tama kita perlu mengingat bahwa warisan bangsa Israel disertai pemahaman monoteisme yang sangat tentative (monolatri). Meskipun Yahweh diakui sebagai pelindung utama mereka, tidak ada instruksi sebelum peristiwa Sinai bahwa orang-orang hanya menyembah Dia. Kemudian, selain pemahaman monoteisme di Sinai, pemahaman politeisme dekat Timur Kuno yang melibatkan banyak dewa juga memengaruhi bangsa Israel. Dua pandangan tentang ketuhanan ini, yakni monoteisme Israel dan Kanaan politeisme, sama-sama secara eksklusif memengaruhi cara pandang Israel tentang Tuhan.
Kemudian, Tuhan membangkitkan kembali seorang hakim lain, sebagai alat-Nya untuk menolong bangsa Israel. Yang unik yang muncul adalah Deborah, seorang hakim perempuan sekaligus nabiah. Mengingat pada masa itu Israel berada pada zaman patriarki, perempuan dianggap golongan nomor dua daripada laki-laki. Mendefinisikan jabatan hakim, dalam sejarah bangsa Israel tidaklah mudah. Para hakim tidak dipilih, juga tidak mewarisi jabatan mereka. Mereka pun tidak ditunjuk secara resmi, dan tidak diurapi. Para hakim disebutkan sebagai pemimpin karismatik karena mereka mengambil peran kepemimpinan saat dibutuhkan secara spontan. Sehingga, dapat ditekankan bahwa Tuhan membangkitkan mereka untuk membebaskan Israel. Tugas yang paling menonjol dari seorang hakim bersifat militer. Dalam arti ini, hakim sedang menegakkan keadilan untuk orang Israel yang mengalami penindasan oleh orang lain.
Seorang Deborah merindukan kelepasan bangsanya. Ia berinisitif memanggil Barak untuk menyampaikan Firman Tuhan kepadanya, yaitu untuk berperang melawan Sisera dan seluruh pasukannya. Kondisi Sisera yang memiliki 900 kereta kuda, yang pada masa itu merupakan senjata perang paling canggih, membuat Barak merasa takut. Barak mengajukan syarat, bahwa ia mau maju berperang jika Deborah ikut serta. Kemudian Deborah menyanggupinya. Permintaan Barak itu, tidak membuat pandangan Deborah terhadap Barak menjadi negatif, namun ia tetap melihatnya sebagai rekan pelayanan dan pemimpin perang. Pada pasal berikutnya, dituliskan nyanyian Deborah. Ia mengungkapkan bahwa Allahlah yang melepaskan umat-Nya yang menerima pujian tertinggi, dan mereka yang turut berjuang pun dihargai.
Bangsa Israel, berulang kali melanggar perjanjian dengan Allah . Mereka berkali-kali jatuh kepada penyembahan berhala. Namun, bangsa Israel adalah bangsa pilihan Allah yang sangat Ia kasihi. Maka ketika, mereka melakukan kesalahan itu kembali di Kanaan, Allah memberikan jalan keluar dengan membangkitkan seorang hakim sekaligus nabiah yang menjadi motivator, mediator dan penasihat yang sangat efektif. Deborah dengan penuh keberanian menerima tanggung jawabnya untuk melakukan kehendak Tuhan, meskipun di tengah kondisi yang tidak biasa, yakni budaya patriarki yang kuat di tengah bangsa Israel. Bahkan untuk menjalankan tugasnya, ia harus melakukannya di bawah pohon korma, demi menyesuaikan diri dengan budaya patriarki. Sebagai hakim wanita, melayani umat di tempat terbuka bukan di dalam rumah. Deborah bersama Barak, berhasil melaksanakan tugasnya membebaskan bangsa Israel dari penindasan Yabin, raja Kanaan beserta panglimanya yaitu Sisera. Saat itu, Deborah mengembalikan segala pujian hanya kepada Allah, sebab ia menyadari Allah yang memampukannya menyelesaikan tugas itu.
Bagaimana dengan kita, adakah kita sebagai pelayan-pelayan Tuhan, memiliki hati-Nya yang dengan sabar membimbing umat-Nya dalam keadaan jatuh dan terhilang?
Bình luận