Oleh: Purnama Catur Naommy Jaya Laksana
Keluaran 17:1-7
Quotes
Temukan Allah Dalam Setiap Perkara
♫ If there's something weird
And it don't look good
Who you gonna call?
Ghostbusters! ♫
Di tengah membayangkan kepanikan yang dialami Musa di Masa dan Meriba, Penggalan lirik lagu original sound track film populer Ghostbuster di atas tiba-tiba terlintas di kepala. Situasi yang diakibatkan oleh teriakan frustasi umat Israel yang hilang akal akibat kehausan ini terlihat seperti “something weird and it don’t look good” bagi Musa. Bagaimana tidak, tepat ketika Musa pun berada di posisi yang sama dengan mereka, ia didesak untuk menyediakan sesuatu yang tidak ia miliki: air.
Baru saja umat Israel mengalami kuasa penyertaan Tuhan yang mencegah mereka dari bencana kelaparan dengan mendatangkan burung puyuh dan manna surgawi. Bukannya menjadi lebih percaya dan berserah pada pertolongan Allah, setiap kali terancam masalah, bangsa Israel langsung melupakan kebaikan Tuhan dan terus bersungut-sungut. Mereka melampiaskan amarah, bahkan bertindak agresif, sehingga Musa merasa terancam jiwanya. Tepat di situasi kritis inilah saya membayangkan, ketika pertanyaan lagu tadi ditujukan kepada Musa, “If there's something weird and it don't look good, who you gonna call?” Maka, saya bisa memastikan bahwa tanpa ragu dan pikir panjang Musa akan menjawab, “TUHAN!” Memang demikianlah kenyataannya.
Menarik, saat mengetahui bahwa dalam terjemahan Ibraninya, penulis narasi juga menggunakan pilihan kata צָעַק (tsaaq), yang artinya adalah to call (memanggil), atau cry out (berseru dengan nada putus asa). Bukankah, berteriak memanggil pertolongan menjadi pilihan termudah saat kondisi kita “terikat”? Pertanyaannya, kepada siapa panggilan permintaan tolong ini kita tujukan? Jujur, jawaban Musa tadi bukan menjadi pilihan populer, bahkan di kalangan orang percaya.
Terkait hal ini, saya teringat saat paling krisis dalam sejarah profesional saya sebagai seorang jurnalis. Di waktu itu salah satu tulisan saya mendapat komplain dari salah satu responden. Bahkan, ia “mengancam” bahwa jika terjadi respons yang tidak diinginkan akibat tulisan saya itu, maka ia akan membawa saya ke pengadilan. Selain merasa terancam, kompetensi, validitas dan integritas saya sebagai seorang jurnalis juga diragukan! Ngeri saat membayangkan bahwa kasus ini akan membawa saya ke tahanan!
Ini adalah pertama kali saya terjerat kasus seperti ini. Minimnya respons tanggap darurat dari lingkungan kerja membuat saya secara membabi buta menghubungi orang-orang kunci di dunia jurnalistik untuk mendapatkan pertolongan. Namun, semuanya hanya mampu memberikan saran normatif yang tidak berhasil meredakan ketakutan saya. Satu minggu penuh saya tidak bisa tidur dan tidak bisa makan karena stress berat. Dalam kondisi yang sangat tertekan dan terpuruk ini saya hanya bisa menangis, dan pada akhirnya, berteriak memanggil Tuhan. “Apa yang harus kulakukan Tuhan, tolonglah aku!”
Setelah berhari-hari melupakan waktu teduh bersama Tuhan, hari itu saya kembali membuka kitab suci. Bacaan renungan diambil dari Mazmur 34 yang berisi tentang pujian Daud saat ia pura-pura tidak waras di depan Abimelekh, sehingga ia terbebas dari bahaya. “Aku mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” (Mazmur 34:5). Air mata saya mengalir deras saat membaca ayat ini, saya berlutut dan mohon ampun, karena dalam tekanan permasalahan, saya telah meragukan pertolongan Tuhan. Pada akhirnya, hanya untuk menyadari betapa terbatas, lemah, dan mengecewakannya manusia.
Ketika berlutut dan mohon ampun itulah, saya tumpahkan semua kesesakan saya dan kebuntuan saya. Selanjutnya, sama seperti Daud memohon hikmat dan pertolongan, saya pun menaikkan doa yang sama. Teman-teman mungkin segera bertanya, bagaimana Tuhan menjawab doa orang terdesak seperti saya? Jawabannya sama seperti ketika TUHAN segera merespons Musa dengan serangkaian instruksi bagi solusi krisis yang dihadapi hamba-Nya itu.
Dalam tuntunan hikmat Roh Kudus, Ia meminta saya untuk membuat panggilan, alias menelepon responden yang bermasalah tersebut dengan menggunakan nomor ponsel lain yang saya miliki. Sejenak, ada keraguan dan pertanyaan besar, “Kenapa?” Sebab, bukankah pada akhirnya akan sama saja ketika responden tersebut mendengar suara saya, maka ia akan langsung mengambil sikap defensif? Namun, membayangkan jalan keluar “aneh” yang diberikan TUHAN kepada Daud dengan cara berpura-pura menjadi gila, rasanya saran solusi untuk menelepon dari nomor yang berbeda ini tidak berlebihan atau sukar dilakukan. Seaneh apapun gagasan solusi ini, dan apapun hasilnya nanti, yang penting saat ini saya taat dahulu. Demikian, akhirnya saya memutuskan.
Jantung saya berdebar keras saat mulai menekan nomor responden tersebut, terlebih saat panggilan itu diangkat dan saya harus memulai pembicaraan. “Halo, Mas, maaf, ini Naomi…” Belum juga saya menyelesaikan kalimat pembuka, suara laki-laki di seberang sana berkata, “Naomi, kita lupakan saja masalah ini. Kalau mau jujur, ini bukan murni kesalahanmu. Saya juga bersalah karena gegabah memberikan informasi (tanpa perjanjian off the record). Semoga ini menjadi pembelajaran bagi kita semua.” Seketika itu juga hati saya rasanya seperti diguyur air dingin yang menyegarkan!
Kurang dari 5 detik, Tuhan menyelesaikan masalah yang telah seminggu lebih menghantui hidup saya, membuat saya tertekan, putus asa, dan nyaris hilang akal. Detik itu juga saya benar-benar mengucap syukur kepada Tuhan, dan kembali memohon ampun karena telah meragukan kekuasaan-Nya. Sejak saat itulah, saya berjanji untuk menjadikan Tuhan sebagai figur pertama yang saya panggil setiap kali masalah mendera. Sebab, telah teruji benar kasih setia dan pertolongan-Nya.
Sama seperti bangsa Israel, ketika desakan permasalahan mendera, kita mudah sekali melupakan penyertaan Tuhan di hidup kita. Dalam kondisi terdesak, kita berusaha melakukan segala cara mencari solusi dari sumber lain, seperti manusia, teknologi, uang, kuasa. Apabila semua itu tidak ditemukan, kita bisa hilang akal, berubah menjadi agresif dan menjadikan orang-orang terdekat kita sebagai pelampiasan frustasi. Respons Musa, mengingatkan kita untuk memandang Allah sebagai sumber pertolongan pertama dan terutama. Kisah pencobaan di Masa dan Meriba ini tidak hanya menjadi ingat-ingatan bagi bangsa Israel, tapi juga bagi kita, umat Israel rohani di masa kini.
Berefleksi pada tantangan yang dihadapi Musa dan bagaimana TUHAN memberikan solusi dalam kisah Keluaran 17:1-7, pengalaman rohani apa yang pernah teman-teman dapatkan terkait bagaimana Tuhan menjawab teriak minta tolong kita? Selamat berbagi dan saling menjadi berkat. Kasih dan pemeliharaan Allah Tritunggal terus bersama kita sekalian, Amin.
Terima kasih, Mbak Omi! Saat Mbak kirim tautan ini via WA, aku langsung buka dan baca. Baru satu paragraf, aku tidak lanjut karena harus mengerjakan sesuatu. Barusan, aku baca ulang sampai habis. Pasti tidak kebetulan, beberapa hari ini, aku baca buku Facing Your Giants oleh Max Lucado. Buku ini membahas tentang sikap Daud yang berserah pada kehendak Allah, dan kerendahan hatinya saat meratap menangisi kesusahan, kegalauan, dan ketakutannya. Nama Daud disebut sebanyak 59 kali dalam Perjanjian Baru. Ia disebut sebagai "hamba yang berkenan" di hati Allah karena Ia selalu berusaha mencari wajah Allah Sang Penolong. Siang ini, kisah Mbak Omi menguatkan aku pula. Terima kasih, Mbak Omi. Tuhan memberkati.