top of page

Bersaksi Sebagai Abdi Allah di Tengah Dunia

Writer's picture: Senat Bidang 2Senat Bidang 2

Updated: Nov 11, 2020

Oleh: Stanlee Daniel Wijaya



1 Petrus 2:11-17

Quotes

Aku Seorang Abdi Allah, Hanya Pengembara Di Loka. Loka Bukanlah Rumahku Apalagi Bagianku, Selama Di Loka Ini Aku Justru Harus Menyatakan Tuanku, Tuhanku

Bayangkan anda adalah orang Kristen yang hidup di antara mayoritas orang tidak percaya bahkan tidak mengenal Allah. Bayangkan ketika anda diajak rekan-rekan menikmati akhir pekan dengan keindahan dan kenikmatan dunia, tetapi anda harus meluangkan waktu untuk bersekutu dan belajar Firman Tuhan di persekutuan online via Zoom. Kemudian, esoknya mereka mengejek anda sebagai seorang yang amat sangat rohani. Bayangkan ketika banyak orang sukses di usia muda dengan cara curang, sementara anda masih dan terus bekerja dengan jujur meskipun mendapat gaji rendah atau mahasiswa yang berjuang dalam studi secara benar dan jujur, tapi yang lain melakukan hal curang dalam studinya bahkan dapat cumlaude. Rasanya aneh bukan hidup berbeda di tengah mayoritas? Rasanya aneh bukan hidup sebagai abdi Allah di antara orang-orang berdosa? Bagi orang-orang berdosa, hidup sebagai abdi Allah adalah kebodohan. Namun, inilah panggilan dan identitas kita. Tuhan menghendaki kita hidup sebagai abdi Allah, di tengah dunia yang jahat, meskipun hidup sebagai minoritas bahkan diterjang keadaan yang buruk sekalipun.

Nah, saudara-saudariku, 1 Petrus 2:11-17 merupakan nasehat Petrus untuk hidup sebagai abdi Allah di dunia ini. Orang percaya harus hidup sebagai abdi Allah meskipun situasinya merugikan. Nasehat ini ditujukan bagi orang percaya di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia (1Pet. 1:1). Saat itu, orang-orang percaya mengalami persekusi karena iman mereka kepada Yesus Kristus (1Pet. 4:12-16). Bayangkanlah situasi ini. Pasti sangatlah berat hidup sebagai orang Kristen bukan? Berat bukan untuk hidup dan menyatakan identitas sebagai abdi Allah? Ini berat karena nyawa jadi taruhannya.



Namun, Petrus mengingatkan hal fundamental mengapa mereka harus tetap hidup sebagai abdi Allah. Petrus memulai dan mendasari nasehatnya atas jati diri para orang percaya di dunia. Dua hal tersebut ialah sebagai pendatang dan perantau (1Pet. 2:11). Nah, jika melihat penerima surat, mereka adalah orang-orang non-Yahudi (bnd. 1Pet. 4:3). Mereka pun hidup di daerah orang non-Yahudi. Artinya penerima surat ini bukan seorang pendatang di suatu daerah. Dua identitas tersebut bukan harfiah. Melainkan, maksud dari “pendatang” dan “perantau” ialah mereka bukan bagian dari dunia ini. Mereka hanya sebagai seorang yang tinggal sesaat dan akan pulang ke rumah suatu saat. Identitas ini ada kaitannya dengan 1 Petrus 1:1-2. Orang-orang percaya ini bukan lagi warga negara dunia, tetapi warga kerajaan surga, sebab mereka telah diselamatkan dan dikuduskan untuk menjadi umat Allah. Inilah titik tolak mengapa mereka harus hidup berbeda dengan dunia, yaitu sebagai abdi Allah.

Petrus kemudian melanjutkan tentang gaya hidup seperti apa sebagai abdi Allah. Petrus menasehatkan mereka dua hal. Pertama, menjauhkan keinginan-keinginan daging dan memiliki gaya hidup yang baik (1Pet. 2:12). Nah Petrus tidak menuliskan apa saja sih keinginan-keinginan daging yang dimaksud dalam bagian ini. Namun, mengingat penerima surat dulunya berasal dari kalangan orang-orang yang tidak mengenal Allah, maka keinginan daging yang dimaksud ini merujuk hal-hal yang dilakukan orang-orang tersebut. 1 Petrus 4:3 memberikan kita daftar keinginan-keinginan daging tersebut. Mereka harus menjauh dari keinginan daging karena status mereka sebagai umat Allah. Mereka bukan lagi bagian dari dunia, tetapi bagian dari kerajaan surga dan abdi Allah. Oleh sebab itu, Petrus menasehatkan mereka untuk memiliki gaya hidup yang baik. Nasehat ini bukan hanya untuk keamanan diri atau identitas diri (1Pet. 2:11-12). Akan tetapi dengan harapan dan tujuan orang-orang mengenal Tuhan melalui gaya hidup para orang percaya.


Lantas apa saja ya gaya hidup yang baik menurut Petrus? Dalam perikop ini, ada berbagai gaya hidup yang baik disebutkan. Gaya hidup yang baik tersebut adalah menjauhkan diri dari keinginan daging (ayat 12), tunduk kepada otoritas pemerintah karena Allah (ayat 13-14), berbuat baik (ayat 15), menghormati semua orang, mengasihi saudara-saudaramu, takut akan Allah, dan menghormati raja (ayat 17). Akan tetapi semua hal tersebut dilakukan karena identitas diri sebagai abdi Allah, untuk Allah, dan karena Allah.

Sangat menarik, di tengah penderitaan karena iman, orang percaya didorong untuk tetap tunduk terhadap otoritas pemerintah. Menurut D. A. Carson dan Douglas Moo, kemungkinan penerima surat ini sedang mengalami persekusi yang didukung dari pemerintah secara resmi, di bawah kepemimpinan Pliny atau Trajan.[1] Ini terjadi pada tahun 110 M. Namun, hal kedua yang dinasehatkan Petrus justru tunduk terhadap otoritas pemerintah. Petrus menegaskan bahwa motivasi ini karena Allah (ayat 13), kehendak Allah (ayat 15), identitas hidup sebagai hamba Allah (ayat 16), dan takut akan Allah (17). Ini merupakan motivasi paling tepat mengapa harus tunduk kepada pemerintah. Tunduk bukan berarti melakukan segalanya yang diminta oleh pemerintah, sekalipun melawan Tuhan. Akan tetapi menunjukan hormat yang semestinya dan menghargai otoritasnya sebagai pemerintah.


Saudara-saudariku, kita memang tidak mengalami sebuah persekusi saat ini. Di Indonesia, kita justru menikmati kebebasan beragama. Namun, kita hidup di lingkungan yang multikultural dan beragam agama di dekat kita. Di Indonesia, kita, orang Kristen adalah minoritas. Namun, tidak berarti kita tidak bisa berdampak dan menjadi berkat buat banyak orang dan bangsa kita, apalagi menyatakan Allah bagi mereka. Dalam renungan ini, Petrus kembali mengingatkan kepada kita tentang siapa kita. Kita bukan bagian dari dunia ini, maka janganlah hidup seturut apa yang dilakukan orang-orang tidak mengenal Allah. Melainkan, mari kita menjadi cahaya di tengah dunia dengan memancarkan identitas sebagai abdi Allah di tengah dunia ini. Biarlah melalui hidup kita, orang-orang dapat melihat dan memuliakan Allah. Dengan cara ini, kita ikut ambil bagian dalam menyatakan dan mengenalkan Allah bagi orang-orang yang belum percaya.

Mari kita hidup sebagai abdi Allah di tengah dunia dengan cara menjauh dari keinginan daging tapi mempunyai gaya hidup yang baik dan tunduk kepada otoritas pemerintah karena Allah. Meskipun pemerintah di negeri kita merupakan seseorang yang kejam sekalipun, tetap hormatilah beliau, karena Allah. Bahkan menggunakan kemerdekaan untuk hidup sebagai abdi Allah (16), menghormati semua orang, mengasihi saudara-saudaramu siapapun mereka, hidup takut akan Allah, dan menghormati pemerintah (1Pet. 2:17). Hidup menjadi abdi Allah tidak akan mudah, mungkin penderitaan akan segera mengetuk pintu rumah kita. Akan tetapi, bersukacitalah karena Allah. Allah yang telah memilih kita dan menyelematkan kita, maka kebebasan kita sudah sepantasnya untuk hidup menjadi abdi Allah seumur hidup kita.

[1]. D. A. Carson & Douglas J. Moo, An Introduction to the New Testament. (Grand Rapids: Zondervan, 2005), 639.

29 views0 comments

Recent Posts

See All

Comentarios


bottom of page