Oleh: Septian Adi Nugraha
Wahyu 2:1-7
Quotes
Semangat yang berkobar-kobar untuk melayani Allah jika tanpa kasih yang semula, hanya akan menghasilkan celaan yang membinasakan dari Allah. #becareful #sadar
Pernakah kita yang sudah percaya Kristus, menanyakan siapa diri kita sebenarnya dalam kehidupan iman kita kepada Tuhan kita Yesus Kristus, untuk menanyakan kepada diri kita sendiri, apakah saya ini benar-benar pengikut Kristus? Atau hanya sekedar penggemar Kristus?
Dalam beberapa minggu ini saya sedang membaca dan hampir menyelesaikan bacaan buku saya yang berjudul “not a fan” (bukan seorang penggemar) karya Kyle Idleman. Dalam bukunya, Kyle sangat dalam dan praktis menyatakan pengalaman pribadinya mengenai bagaimana seharusnya relasi kita (sebagai orang percaya, bahkan yang memberi diri untuk menjadi hamba-Nya) dengan Tuhan kita Yesus Kristus. Buku ini sudah lama saya miliki, sejak pertama kali saya masuk ke seminari dan baru beberapa minggu yang lalu saya membacanya (berarti sudah hampir 3 th buku ini ada tetapi baru saja saya membacanya).
Dalam kamus hidup saya, tidak ada hal yang kebetulan dalam hidup ini. Semuanya dalam kendali dan otoritas kehendak-Nya.
Ketika saya ingin memulai membaca buku “not a fan” ini beberapa minggu yang lalu, saya dalam kondisi sedang bergumul akan ‘kehidupan’ saya. Pesan yang dalam pada tiap bab buku ini, membawa saya terdiam dalam perenungan atas pribadi saya, dalam relasi saya dengan TUHAN. Speechless, kata yang menggambarkan kondisi saya ketika membaca buku ini. Saya mendapat afirmasi dari TUHAN tentang bagaimana saya harus mengambil sikap dan tindakan dalam kehidupan panggilan saya.
Saya mendapati diri saya selama ini ternyata tidak lebih hanya seorang penggemar Yesus saja, yang selama kurang lebih 15 tahun saya hidupi dalam semangat pelayanan saya, bahkan panggilan saya saat ini sebagai hamba-Nya penuh waktu saat ini yang sedang dibentuk dalam pembentukan di sebuah seminari, ternyata itu semua hanya rasa gairah seorang penggemar saja yang saya dapati. Karena ketika saya diperhadapkan kembali dengan situasi-situasi dan kondisi-kondisi di luar ekspetasi saya (di luar zona nyaman saya), saya kembali berkompromi untuk mengatur TUHAN (=mengedepankan ego saya pribadi) dan itu menjadi indikator saya bahwa saya benar-benar hanya seorang penggemar pada waktu itu. Bersyukur TUHAN menyadarkan saya dan segera saya kembali mengambil komitmen ulang untuk bertobat, untuk menjadi pengikut Kristus di tengah pembentukan saya yang sedang berlangsung saat ini.
Dalam bukunya, Kyle mendefinisikan kata penggemar sebagai “seorang pengagum yang bersemangat”. Mereka ingin cukup dekat dengan Yesus untuk mendapatkan semua manfaatnya, tetapi ‘tidak mau terlalu dekat’ juga sehingga mereka tidak harus mengorbankan apa pun. Mungkin pemahaman ini, secara sekilas kita pahami hanya ditujukan untuk jemaat saja, tetapi ternyata tidak. Dalam bukunya, Kyle memberikan porsi pemahaman yang sama antara jemaat dan gereja—antara jemaat dan hamba TUHAN, dalam hal sikap dan komitmen. Sebagai penggemar atau pengikut Kristus. Pengagum yang bersemangat (meminjam istilah Kyle)—seperti kondisi dan keadaan jemaat Efesus yang disiratkan dan tersurat dalam kitab Wahyu 2:1-7, dalam teks disiratkan bahwa jemaat Efesus mempunyai semangat dalam segala pekerjaan dan tekun dalam melakukan tugas-tugas mereka, memiliki semangat untuk menyatakan kebenaran, dan semangat dalam kesetiaannya pada masa penderitaan akibat penganiayaan kaisar Nero (kekaisaran yang memimpin pada waktu itu). Jemaat Efesus sangat dipuji Allah akan apa yang sudah mereka lakukan tetapi dalam pujian ini Allah menyertakan celaan yang keras, ,bahwa jemaat di Efesus telah kehilangan kasih mula-mula mereka dalam melakukan segala tindakan mereka. (ayat 2-4)
Meninggalkan kasih mula-mula yang dimaksud dalam perikop kitab Wahyu 2:1-7 ini, mengacu pada hilangnya antusiasme atau semangat untuk ‘mengejar’ Allah. Semangat yang berkobar-kobar untuk melayani Allah dengan sepenuh hati yang seharusnya dibarengi dengan komitmen untuk mengikut Dia yang secara eksplisit tidak hanya sekedar tahu bagaimana harus bertindak atau bersikap melainkan juga harus meyerahkan seluruh hidup dan hati dengan sepenuhnya kepada Allah, ternyata tidak dilakukan oleh jemaat Efesus. Untuk itu, jangan sampai Allah mencela kita karena kasih kita kepada-Nya mulai luntur. Itu adalah kesalahan yang sangat fatal bagi kita sebagai pengikut Kristus.
Untuk itu Allah mengingatkan dan menasehatkan kepada kita supaya kita dapat tetap berada di dalam kasih mula-mula dengan segera menyadari kondisi diri kita, apakah selama ini kita melakukan segala sesuatu untuk-Nya hanya karena ikut-ikutan saja (bukan dari hati) atau ada kepentingan-kepentingan tertentu yang merupakan agenda pribadi kita ?. Sadar! Bertobatlah dan segera ambil komitmen ulang.(ayat 5-7)
Mengikut Yesus, tidak hanya mencurahkan pikiran dan waktu untuk belajar tentang Allah, melainkan juga harus menyerahkan hati dengan sepenuhnya kepada Allah. Setiap kita yang percaya yang memiliki pengetahuan luas tentang Allah, namun tidak benar-benar menyerahkan hatinya secara total, hanya sekedar penggemar (=hanya tahu atau hanya mengenal tentang Allah) bukan pengikut Kristus (=yang sangat mengenal Dia). Inilah perbedaan antara pengetahuan dengan keintiman.
Saya dan anda dapat tahu banyak tentang Allah, namun jika tidak memiliki relasi yang intim dengan-Nya, pengetahuan kita tentang Allah akan menjadi indikator palsu dari keintiman. Sebab dimana ada keintiman, seharusnya ada pengetahuan yang kian bertambah. Pengetahuan adalah bagian dari keintiman—namun hanya karena adanya pengetahuan, bukan berarti ada keintiman. Pengetahuan yang tidak disertai keintiman menjadikan saya dan anda tidak lebih dari seorang yang hanya tahu tetapi tidak mengenal Dia dan akan cenderung membawa ke dalam murka Allah.
Comments